Rissa Indrasty

My Photo
Jakarta , Jakarta Selatan, Indonesia
seafairy | journalist | artist | musician | artworker | traveller

April Mop? Kenapa di Hidup Ini, Harus Ada Kematian??

Jumat, 18 April 2025

Sehari sebelumnya, kami berteriak riang, "Happy long weekend!!"

Thankyou Jesus! Karenamu, jadinya ada Jumat Agung, libur panjang dari Jumat sampai Minggu ini sangat kami hargai, sering-seringlah!

Di masa dewasa ini, semua hal yang dulu terasa excited kini menjadi tidak excited lagi, kecuali “hari libur.” Yasss, meskipun tak ada kegiatan di hari libur, tapi tetap, hari libur adalah yang terbaik dalam hidup ini. 

Tentu saja, di malam sebelum libur hari pertama, aku merasa seperti zombie akibat sengaja begadang, memanfaatkan waktu agar tidak tidur, memikirkan ini dan itu, lalu menonton.

Dan hasilnya adalah, aku sangat kelelahan di hari pertama libur. Tapi aku tidak bisa diam saja rebahan di kamar, karena sorenya aku sudah berjanji akan bertemu dengan temanku yang datang dari Bangkok. 

Hingga Jumat sore, libur yang lebih banyak diisi dengan perasaan lelah itu berubah menjadi lebih emosional.

Rekan kerjaku, Novi, Ia menelefon. Aku yang saat itu sedang mandi dan kesal karena air tiba-tiba mati, memutuskan membalut tubuhku dengan handuk dan keluar dari kamar mandi.

Tes! Tes! Tes! Tetesan air dari rambutku yang dikeramas dan digosokkan condititoner seperti berlomba-lomba secara massive menjatuhi permukaan lantai. Tubuhku penuh dengan buliran air yang turut serta membantu untuk membanjiri ubin berwarna cream itu. 

Aku: "Halo?"

Selanjutnya yang ku dengar, suara Novi bergetar, Ia menangis, mengatakan Ibunya mengalami henti jantung. Tanganku tak kalah ikut gemetarnya, menyaingi suaranya. Jantungku berdegup kencang, aku panik, entah apa yang aku katakan pada Novi saat itu, rasanya aku hilang akal, tak tau apa yang harus kukatakan padanya, aku tidak mampu, tapi tetap harus mengatakan sesuatu setelah sebelumnya terdiam selama beberapa detik, mencoba mencerna semua keadaan ini.

Singkat cerita, aku langsung menghubungi semua teman-temanku tentang kabar haru dan duka ini. Rencananya aku bersama produserku, akan menyambangi rumah Novi, kami tidak bisa membiarkannya melalui semua bencana ini sendirian. 

Aku memulai perjalanan menuju stasiun, dimulai dari Kalideres > Duri > Manggarai > Bogor. Perjalanan kedua terpanjang dalam hidupku, setelah posisi pertama di tempati oleh perjalanan ke Banyuwangi naik sleeper buss+kereta. 

Saat di tengah jalan, perutku tiba-tiba terasa nyeri. Oh ya, aku baru ingat belum makan dari pagi. Hal yang terpikirkan saat itu, aku melihat Roti Maryam yang dijualn di stasiun Duri. Aku memilih rasa coklat kacang dan langsung melanjutkan perjalanan. 

Katanya sih, Roti Maryam lebih nikmat disantap ketika masih hangat. Tapi saat ini, bukan perihal nikmat, tapi yang penting perut keisi. Selama aku di kereta, maka tidak ada namanya makan dan minum. Perlahan roti itupun dingin, hangatnya dimakan oleh waktu. 

Kereta menuju Bogor, rasanya aku mau gila. Kalau bisa aku tidak mau lagi remedial perjalanan ke Bogor ini. Begitu jauh dan kereta begitu penuh! Akibatnya, aku tidak dapat tempat duduk dalam  perjalanan yang nyaris 1 jam ini. 

Di dalam kereta, aku memikirkan banyak hal yang berpusat di Novi sambil menahan tangisku. Aku seketika takut berada di posisi Novi, bagaimana hidupku tanpa orang tuaku? Lalu, bagaimana Novi menjalani kehidupan ke depannya? Apakah dia bisa kuat? Bagaimana caranya Ia menjalani kehidupan tanpa orang tuanya? Air mataku sudah berada di ujung tanduk mata.

Selanjutnya, aku mulai mengobservasi orang-orang yang berdiri di sekitarku di dalam kereta. Ada Ibu dan anak perempuannya yang masih kecil, Ibu itu memilliki rambut yang panjang nyaris se-pantat, diikat satu, tapi terlihat sangat kering, dan mekar. Hidungnya terlihat panjang, sebelas dua belas seperti pemeran jahat di disney princess. Sedangkan anaknya, berambut lurus, diikat 2, kulitnya cukup putih dan bersih. Anak itu tampak melihat ke atas, menatap wajah Ibunya yang lebih tinggi darinya. Ketika Ia tersenyum sambil membuka mulutnya, Ia menampakkan sekilas giginya yang hampir seluruhnya berwarna hitam. Entah sebanyak apa ngilu yang anak itu rasakan ketika menyantap sesuatu yang manis dan dingin.

Hingga tiba di stasiun Pondok Cina, entah mengapa ada bau got/parit, bau busuk yang sangat tajam. Entah dari mana asalnya, tapi bau itu menutupi semua bau apek yang sedari tadi tercium. Sedangkan aku berusaha fokus menghirup dalam aroma diriku sendiri yang sangat menyenangkan. Aku beraroma manis, bunga semerbak, vanilla, pencampuran antara aroma bath and bodyworks warna pink dan Bohe parfum yang Freye.

Aku menghitung, masih ada 9 perhentian lagi sampai tujuanku. Perjalanan ini terasa tiada akhir! Lalu focusku berganti pada perutku yang nyeri, tapi sepertinya kakiku lebih ingin menang soal rasa sakit. Kakiku sakit sekali karena terlalu lama berdiri, aku berulang kali menggerak-gerakkan kakiku berupaya meregangkan rasa sakitnya, tapi usaha itu sia-sia, hanya bisa diobati dengan duduk.

 Finally, aku sampai. Aku menyantap roti maryam yang sudah anyep ini sambil menunggu produser tiba. Apapun itu, perutku harus terisi makanan. Hingga produser tiba, dan dia mengatakan “Tadi pas banget gue lihatlu dari jendela kereta lagi mangap.” Gue hanya menanggapinya dengan senyum.

Kami pun berjalan menyusuri gang pintu keluar kereta itu menuju jalan raya, karena stasiun tersebut tidak bisa masuk mobil. Aku melihat banyak orang-orang sekitar berpakaian punk, ditindik, cukup menyeramkan. Ya, stasiun ini memang terkenal cukup berbahaya katanya, banyak begal juga, tak kusangka aku melihat orang-orangnya secara langsung, dan menggenggam tas serta ponselku dengan lebih erat dari pada sebelumnya. Sedikit lega karena saat itu aku menggunakan sweater warna hitam, lalu menutupi kepalaku dengan tudung sweaternya, siapa tahu bisa disangka teman anak-anak punk ini, sehingga mereka tak memiliki niat untuk mengangguku.

Di perjalanan ke rumah Novi dengan Grabcar, terasa sangat panjang, aku merasa kami ta kunjung sampai tujuan. Aku juga sempat memikiran Novi yang setiap hari pergi kerja melalui perjalanan sejauh ini, rasanya tak terbayangkan. Ia pasti lelah, kadang juga merasa takut. Pantas saja dia selalu khawatir setiap pulang malam setelah bermain dengan kami sepulang kerja, atau pantas saja dia tiap diajak nongkrong sepulang kerja, salalu menolak. Rumahnya jauh banget,  jalanannya juga tampak begitu gelap, ah aku tak suka.

Dan kami tiba di rumah Novi, Novi saat itu tampak ceria dengan matanya yang sembab, dia manyapa kami dengan riang, “Kak Rissa jangan nangis! gue gamau nangis ini.” Novi hanya pura-pura ceria, menyakiti dirinya sendiri, dia tidak pandai bermain peran, actingnya terlalu jelek. Kondisinya justru membuatku semakin ingin menangis lebih parah. Tapi Ya, lagi-lagi harus menahan tangis, agar tidak membuat suasana tidak bertambah chaos. Sepanjang pertemuan, aku yang biasanya selalu banyak bicara itu, hanya banyakan diam. Aku tidak tau bagaimana harus bereaksi saat itu, dan tidak tahu harus mengatakan apa.

Novi meminta maaf kepada kami semua, karena tak mampu menyanggupi janjinya yang ingin memberikan mpek2 kepada kami. Aku, orang yang paling antusias untuk mencicipi mpek-mpek buatan Ibunya Novi, Mpek2 asli Palembang.

“Sorry ya, kalian ga jadi cobain Mpek2 Nyokap gue. Padahal gue uadah belikan kotaknya, dan nyokap udah belikan bahan buat mpek2nya, tapi malah nyokap gue keburu nggak ada.”

Haaa. I didt know how to react to that sentence.

Ntah lah, diamnya aku saat itu, antara sedih sekali, emosional sekali, lelah sekali, lapar sekali.

Pulang dari rumah Novi, Aku baru sampai Jakarta pukul 00.30 WIB. Apakah aku langsung pulang? Tentu tidak, sudah tidak ada lagi kereta ke Tangerang juga, dan aku melanjutkan perjalanan malam itu dengan bertemu temanku yang dari Bangkok. Aku sudah ada janji untuk menemuinya.

Aku lanjut makan dan nongkrong sama temanku di mcD, dari McD Sarinah kami pindah ke mcD Puri. Jam 07.00 pagi baru aku pulang saat itu. Aku hanya tidur sebentar, karena siangnya aku lanjut pergi keluar lagi, aku tidak sanggup hanya berdiam diri di kamar dengan kondisi se emosional ini.  

April 2025, lebih dari sekedar April Mop. Kalau April Mop rasa sebal diakhiri senyuman geli, tapi kalo ini dari kejutan diakhiri dengan tangis.

0 comments:

Post a Comment

jengggggggg