Wah! Seru banget ya! rasa syukur yang begitu dalam karena kita masih bisa bangun dan bernafas di hari lebaran 2023 ini, berkah banget nggak sih?
A little bit sarcastic, but honestly from the bottom of my
heart, I am genuinly gratefull for the God’s bless. Thankyou God, for my
beautiful life that u have given to me ya, colourfull banget loh, no flat, no tedious.
Tapi orang-orang tidak akan pernah tau benang kusut yang
terjadi di kepala gue beberapa minggu lalu, yang mungkin ini juga dirasakan
banyak orang, yaitu terkait tradisi lebaran.
Tradisi lebaran yang gue maksut di sini bukan tentang
lontong sayur mama yang lezat banget apalagi kalau pakai kerupuk pink+keripik
singkong, sungkeman ke orangtua, atau kue lebaran buatan mama yang selalu dibangga-banggakan oleh mama karena kelezatannya.
Melainkan, tradisi lebaran yang gue maksut di sini adalah
ketika semua orang melontarkan tuntutan sosial seperti “kapan nikah,” “siapa
pacarnya sekarang?” “bawalah pacarnya ke rumah,” “ada loh anak teman bapak
anaknya kalem kerjanya bagus, coba yuk kenalan.”
Hal yang semakin membuat bergidik adalah ketika tuntutan
sosial tersebut agak sedikit terselip ancaman, “kalian kapan nikah? Mumpung mama
masih hidup mama pengen bisa lihat kalian nikah.”
Beberapa waktu lalu sebelum mudik, temanku bertanya “Riss,
kamu sudah beli tiket pesawat untuk mudik?”
Dan aku menjawab, “Ah, belum, nanti aja, belinya sehari sebelum
berangkat.”
Temanku pun langsung tertawa, “kamu kok anaknya santai
banget sih! Orang mah udah beli tiket pesawat dari jauh-jauh hari.”
Adapula temanku yang menyebut, “Lu emang nggak pernah niat
ya tiap mudik.”
Akupun merenungi kalimat tersebut, apa penyebabnya kenapa
aku terkesan tidak niat ya, selain karena aku orangnya sangat tidak suka di perjalanan
meski hanya di pesawat selama 1 jam 20 menit, dan hal lainnya dan hal lainnya.
Baru-baru ini alasan mengapa aku terlihat tidak niat untuk mudik lebaran adalah
karena tuntutan sosial, benar-benar alasan tersebut terjawab dengan jelas di lebaran
tahun ini.
Sebelum mudik, beberapa minggu sebelumnya gue mengalami
overthinking parah, aduh rasanya tidak sanggup deh harus menghadapi sanak
saudara yang menuntut ini itu, entah itu dari segi karir ataupun kehidupan asmara.
Pertanyaan mereka kayak muter-muter di kepala gue dan gue pun muter otak untuk
mempersiapkan jawaban yang akan gue berikan kepada mereka, di mana pertanyaan
mereka adalah pertanyaan template tiap tahun dan unpredictable at the same time
yang mengandung tekanan. Kepala gue rasanya sampe sakit hanya dengan membayangkannya
saja.
Betapa tidak, tahun lalu, yaitu tahun 2022, ketika berkunjung
ke kediaman saudara, gue ditanya perihal teman dekat alias siapa lelaki yang
dekat sama gue. Simple, gue menjawab dengan “tidak ada.” Kemudian saudara pun langsung
memberikan petuah perihal usia gue yang sudah semakin lanjut dan usia orangtua
yang juga semakin lanjut, disertai nasihat-nasihat yang seolah-olah pilihan yang
diberikan saudara gue kepada gue adalah jalan terbaik. Ah, how dare you?
Lalu, mendadak muncul lah seseorang yang dirasa layak untuk
menjadi pendamping hidup gue, “ada loh anak teman ayah (ayah itu panggilan untuk
suami dari kakaknya nyokap gue), anaknya itu kalem, kerjanya bagus, baik sekali
anaknya. Rissa carinya yang kayak gimana?” gue langsung menjawab dengan asal, “Pokoknya
cowoknya harus cakep banget, kalau nggak cakep rissa nggak mau.” Muncullah complain
dari nyokap, “kita itu nyari suami nggak perlu lihat fisik, itu nanti berubah.”
Gue pun menjawab, “oh tidak bisa begitu pemirsa, kalau jelek males banget
ngelihatnya juga, pokoknya harus cakep banget, titik.” Cari dah tuh cowok yang
cakep banget untuk dijodohin ke gueh.
Kehidupan gue kenapa dicampur tangan gini sih, its okey kalau
ngasih saran, tapi kalau ngasih nasihat seolah-olah pendapatnya mutlak, berasa
tekanan banget buat orang lain.
Bukannya apa ya, gimana gue mau ngikutin coba, kalau gue mau
refleksi ke kehidupan saudara gue yang ngomong itu, kehidupan beliau juga tidak
sebaik dan tidak pernah menjadi impian gue, gue ngerasa kita bisa terinspirasi
jika kita melihat hal baik yang membuat kita tergerak bukan? Contohnya nih yang buat
gue bisa terinspirasi, gue kagum banget sama om gue, om gue tuh orangnya lembut,
cakep, nggak pelit, kalem, sayang istri, nggak pernah marah, pasrah,
tapi dia juga nggak yang pendiam mampus, dia suka ngobrol, pekerja
keras, om gue itu buat gue mikir dan terinspirasi enak banget ya kalau gue
nanti punya suami kayak om gue di masa depan kelak.
Oh iya, om gue itu juga penyabar banget, pernah waktu itu dia
bawa mobil, terus ada orang jalan di depan mobil, terus ada yang nyeletuk “klakson
aja biar orang itu jalannya cepat,” TAU GA JAWABAN OM GUE APA? “nggak usah,
kasihan kalau diklakson.” ISS APASIH OM EUG INI BERLIAN YA?? KOK ADASIH ORANG
KAYA GINI YA ALLAH? BAE BANGET. Tau kan ya, orang kalau lagi di jalananan tuh biasanya
emosinya dua kali lipat, kalau om gue tetap cool banget woi.
Oia, ini btw gue ada foto om gue bersama gue dan abang gue
yang masih jaman jadi bocil kematian:
Oh ya, adalagi teman gue yang sempat mengatakan “gimana nih,
usia udah 29 tahun.” Terus gue kayak yang, “Yah, gue santai banget lagi, ga
terlalu kepikiran soal itu, lebih kepikiran mulut saudara, hahaa.” Ya gimana
ya, tiap orang punya masalahnya sendiri-sendiri, untuk saat ini prioritas gue
bukan tentang asmara-asmaraan, tapi tentang karir. Gue lagi mencari pekerjaan
baru yang dalam bayangan gue tahun ini gue udah bergabung di lingkungan baru,
AMIN. So, soal asmara terasa hambar bagi gua alias tidak menggebu-gebu.
Oleh karena itu, lebaran tahun ini ketika tulisan ini gue
posting, yaitu sudah sore hari.
Hal yang terjadi di lebaran 2023 ini adalah, gue lagi makan
lontong sambal nonton Netflix, di tengah makan saudara gue datang, ntah mengapa
gue melihat mereka dengan tatapan ngeri dan senyuman-senyuman fake plus terpaksa
gue pajang, senyuman yang terlihat di bibir tapi tak sampai ke mata, mata gue tak
mengecil sekalipun. Belum ada berapa menit itu saudara, udah ada pertanyaan
yang buat gue agak ga nyaman, tapi its okey lah ya, masih okey.
Nah, selanjutnya abang gue nih yang kena, hal itu dikarenakan
abang gue dikirimin makanan dari pacarnya, udah kayak kucing liat ikan segar,
langsung deh saudara gue meluncurkan meriam, Duar Duar Duar! Mendesak abang gue
agar segera menikah, oke, saatnya gue buru-buru pindah ruangan ya, sambil dengerin
abang gue diceramahi habis-habisan dituntut
untuk segera menghalalkan anak orang. BUSET DAH!
Kemudian pada moment tersebut pula, gue kabur ke kamar untuk
menyelamatkan diri dari neraka dunia. Sorry ya, gue tinggal dulu, gue mau
menjaga mental gue coy!
Setelah itu, gue mengantuk hingga akhirnya tertidur lama
sekali. Gue menjadi sleeping beauty selama lebaran hari pertama, bahkan gue
pakai baju gembel dari pagi sampai siang. Padahal biasanya gue memakai baju
gamis setiap lebaran. Bahkan keponakan gue yang melakukan video call ke nyokap
malah ngakak ngelihat gue yang lebaran malah posisi muka bantal tidur di Kasur,
“ih tidur, hahaha.” No one cant stop me lah, berkali-kali gue sempat antara
sadar atau tidak karena dibangunin, tapi asli deh gue susah banget bangun, enak
banget coy tidur, apalagi tiba-tiba hujan deras banget, kebayang ga sih betapa
dinginnya bikin nyaman.
Sleeping beauty yang gue bilang-bilang itu, bukan sekedar
omong kosong belaka loh, meski gue muka bantal, tapi usai gue bangun tidur
banyak dapat riview dari saudara gue, katanya gue makin cantik, oh tentu saja,
gue bersinar on point as always, because confident is the key. HAHA
Kendati demikian, hari di hari pertama lebaran belum
berakhir ya kan, tiba-tiba dapat video call dari saudara gue, lagi-lagi soal perjodohan,
“ada teman bou, dia lagi nyari pasangan, kerjanya bagus, tapi nyarinya yang
berhijab,” ahahahaha, easy banget ini mah jawabnya, dan gue pun “oh, berarti
bukan Rissa orangnya, soalnya Rissa nggak berhijab ahahahah” dan kami pun tertawa
Bersama.
Tapi nyokap gue suka baperan ya kan, dia jadi kepikiran
lelaki yang mau dijodohin ke gue itu, terus gue bilang “nggak bisa ma, dia
maunya yang berhijab.” Nyokap “kan itu nanti bisa diatur.” Gue. “ya nggak bisa
dong, nanti dia maksa rissa buat berhijab, nggak bisa begitu.” Oke, nyokap
akhirnya paham.
Lalu nyokap gue sempat menunjukkan foto teman kecil gue di
hpnya, “ingat nggak ini si Prisca? Ini suaminya”. “Nggak deh ma, jangan kasih
lihat. Rissa nggak suka ngelihat orang lain. Maap ma, kami tidak bisa hidup
seperti orang-orang.” Oke mama mengerti dan pergi solat.
Oke sekian deh, terlalu banyak distract selama gue ngetik
ini, Namanya juga di rumah yak an, tidak bisa setenang di goa.
The END